Badai Pertama di Dagu Merbabu

Demamku masih sangat tinggi. Sedikit deg2an tapi tak sedikitpun timbul niat untuk membatalkan trip. Ya, trip kali ini aku dan sahabatku Diyan, berencana mendaki santai ke Gunung Andong, Magelang. Rencana itu kemudian berbelok ke Merbabu, hanya dalam hitungan menit. Entahlah kami memang jarang merencanakan trip, yang penting jalan dulu. Selama perjalanan seorang diri di kereta, aku terus berdo’a semoga panas badanku turun dan pusing di kepalaku hilang.

Setelah sempat tidur beberapa jam, sekitar pukul 4.30 aku tiba di stasiun. Diyan dan Tejo sudah menunggu. Dan kami langsung tancap gas menuju puntuk setumbu, tentu saja dengan niat mengejar sunrise. Kurang beruntung karena sudah kesiangan, akhirnya aku dan Diyan melanjutkan explorasi ke gereja jago (yang ternyata dua tahun kemudian jadi ngehits banget karena dipakai sebagai tempat syuting AADC2). Disini aku sudah tidak merasakan sakit, demam, pusing atau apapun. Hanya semangat untuk mengeksplorasi alam.

image

Tejo tidak ikut menemani. Ngantuk, begitu alasannya. Seturunnya kami dari puntuk setumbu, Tejo memisahkan diri. Tinggallah aku berdua Diyan sibuk mempersiapkan pendakian dadakan kami.

Terlebih dahulu kami menyewa Tenda dan perlengkapan lainnya, dilanjut berbelanja logistik. Setelah semua beres, aku dan Diyan segera menuju dusun Wekas, titik awal pendakian kami.

Hujan tak menyurutkan semangat dan langkah kami. Sekitar pukul 5 sore aku dan Diyan sudah bersiap memulai pendakian. Hanya berdua, dan tak seorangpun dari kami yang pernah mendaki Merbabu sebelumnya. Pengalaman kami hanya terbatas pada Gunung purba Nglanggeran dan Gunung Prau. Ini nekat, tapi sungguh waktu itu aku tak menyadari bahayanya. Kami hanyalah dua sahabat yang cinta pada perjalanan, terutama di alam. Sembrono, begitu sekarang aku menilai tingkah kami di kala itu. Jadi buat pembaca tercinta, jangan ditiru ya. Definitely not good, not wise…!!!

image

Alhamdulillah jalur cukup jelas, dan hujanpun sudah berhenti. Kami berjalan santai, dan seringkali beristirahat menikmati langit malam penuh bintang. Sesekali kami bertemu dengan rombongan pendaki pain. Komentar2 seperti “wah berdua aja Mba? Yuk bareng..” Sangat sering menyapa kami. Dengan alasan tidak mau merepotkan, kami menolak dengan halus. Buat pemula seperti kami, jalur wekas menuju pos 2 lumayan menguras tenaga. Apalagi pijakan sangat licin sehabis diguyur hujan.

Akhirnya sekitar pukul 11 malam kami tiba di camp area pos 2 Merbabu jalur wekas. Kedinginan, kami buru2 mendirikan tenda. Alhamdulillah, beberapa pendaki lain langsung membantu tanpa diminta. Mungkin kasian melihat dua cewek berbadan mungil kedinginan tanpa ada cowok dalam rombongan.

Dini hari sekitar pukul setengah 3, kami bangun untuk persiapan summit attack. Setelah sedikit mengisi perut dengan Teh hangat, berangkatlah kami dalam rombongan besar. Rombongan ini terdiri dari dua rombongan mahasiswa dari Yogyakarta ditambah aku dan Diyan.

Hujan kembali mengguyur track menuju summit. Aku dan Diyan tidak membawa headlamp maupun senter. Berbekal senter dari handphone dan powerbank, kami terus melangkah dibawah curah hujan yang semakin tidak bersahabat.

Aku sedikit khawatir dengan Diyan. Dia termasuk pejalan lambat yang konsisten, sementara teman2 baru kami adalah anggota mapala yang sudah terlatih. Sepertinya Diyan memaksakan diri supaya tidak menjadi beban. Dalam hati aku berdoa semoga kami kuat dan sukses summit bersama mereka. Tim leader yang diambil alih oleh salah satu ketua rombongan mapala, terlihat sangat paham situasi. Dia memberi waktu istirahat cukup untuk kami, walaupun itu berarti kehilangan sunrise di puncak.

Melewati tanjakan setan untuk pertama kalinya menjadi tantangan sekaligus ujian buatku. Jujur, melihatnya pertama kali aku tidak yakin bisa melewatinya, tidak tahu cara melewatinya. Tapi dengan bantuan teman2 baru kami, aku dan Diyan berhasil walaupun memakan waktu jauh diatas standard.

Sunrise menyapa kami di persimpangan jalur menuju puncak pemancar. Kami habiskan sekitar setengah jam disana, untuk berfoto dan beristirahat menikmati sunrise yang coba menembus kabut menyapa kami.

image

Kami tidak mampir ke puncak pemancar, tapi langsung meneruskan langkah menuju puncak sejati Merbabu, puncak Kenteng Songo. Hujan masih menyisakan gerimis. Harapan kami bahwa gerimis akan berlalu lenyap ketika angin kencang mulai bertiup. Tim leader memberi komando untuk mempercepat langkah. Posisi kami yang diapit lembah terjal akan sangat tidak menguntungkan jika badai menghantam.

Dan ya, badai akhirnya benar-benar menyapa kami. Alhamdulillah posisi di balik bukit cukup menguntungkan kami. Berdiam beberapa lama menunggu badai mereda, aku kembali mengulang doaku, sekhusyuk yang aku bisa. Setengah jam, satu jam, entahlah. Aku sudah tidak berniat melihat jam tanganku ketika akhirnya badai mereda dan kami perlahan melanjutkan perjalanan.

Akhirnya dengan senyum sumringah aku berhasil memegang plat kenteng songo sekitar  pukul 8 pagi. Alhamdulillah, this unplanned mission is now completed. Ini bukan gunung pertama yang kudaki, tapi ini badai pertama yang kutemui. Berharga, bermakna, semakin meruntuhkan ego yang fana. Karena setiap perjalanan adalah pembelajaran…

image

image

image

image

image

Leave a comment